1. Penyesuaian
Diri
1.
Pengertian
penyesuaian diri
Menurut Kartono (2000), penyesuaian diri adalah
usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon
pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Hariyadi, dkk (2003)
menyatakan penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan
keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan
atau keinginan diri sendiri. Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa
penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup
respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat
berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi,
konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari
dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu
berada. Sebelumnya Scheneiders (dalam Yusuf, 2004), juga menjelaskan
penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan
perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi
ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang
harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana
dia hidup. Hurlock (dalam Gunarsa, 2003) memberikan perumusan tentang
penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan
diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia
memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima
oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan perkataan lain, orang itu mampu
menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap lingkungannya
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan
norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi
kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga
tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya
dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.
2.
Faktor-Faktor
yang mempengaruhi pemyesuaian diri
Dalam kehidupan
sehari-hari ternyata tidak setiap anak dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungannya. Anak yang “miskin” kepribadiannya atau kehidupan
sosialnya, merasa tidak bahagia dan mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah
yang timbul. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak dalam
menyesuaikan diri.
Menurut Hurlock (1991) ada empat faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu :
1. Lingkungan tempat anak dibesarkan, yaitu
kehidupan di dalam keluarga. Bila dalam keluarga tersebut dikembangkan perilaku
sosial yang baik, sehingga pengalaman ini akan menjadi pedoman yang membantu
anak untuk melakukan penyesuaian diri dan sosial di luar rumah.
2. Model yang diperoleh anak di rumah, terutama
dari orang tuanya. Anak biasanya akan meniru perilaku orang tua yang
menyimpang, maka anak akan cenderung mengembangkan kepribadian yang tidak
stabil.
3. Motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian
diri dan sosial. Motivasi ini dapat ditimbulkan dari pengalaman sosial awal
yang menyenangkan, baik di rumah atau di luar rumah.
4. Bimbingan dan bantuan yang cukup dalam
proses belajar penyesuaian diri.
Aspek-aspek penyesuain diri
Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa
penyesuaian diri yang baik meliputi enam aspek sebagai berikut :
a. Kontrol terhadap emosi yang berlebihan.
Aspek ini menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang
memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara cermat dan dapat
menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan
berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada kontrol emosi ketika
menghadapi situasi tertentu.
b. Mekanisme pertahanan diri yang minimal.
Aspek ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan
respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui
serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk
mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui
kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu
mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk
dicapai.
c. Frustrasi personal yang minimal. Individu
yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa
harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir,
perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut
penyelesaian.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan
mengarahkan diri. Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan
pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi
pikiran, tingkah laku, dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi
sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu
melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang
berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.
e. Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan
pengalaman masa lalu. Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan
proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari
kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres. Individu dapat menggunakan
pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu
dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan
mengganggu penyesuaiannya.
Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Hariyadi dkk. (2003) terdapat beberapa
karakteristik penyesuaian diri yang positif, diantaranya:
- Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya. Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa orang yang mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan di samping kelebihan-kelebihannya. Individu tersebut mampu menghayati kepuasan terhadap keadaan dirinya sendiri, dan membenci apalagi merusak keadaan dirinya betapapun kurang memuaskan menurut penilaiannya. Hal ini bukan berarti bersikap pasif menerima keadaan yang demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan mengembangkan segenap bakat, potensi, serta kemampuannya secara maksimal.
- Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. Orang yang memiliki penyesuaian diri positif memiliki ketajaman dalam memandang realita, dan mampu memperlakukan realitas atau kenyataan secara wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia dalam berperilaku selalu bersikap mau belajar dari orang lain, sehingga secara terbuka pula ia mau menerima feedback dari orang lain.
- Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya. Karakteristik ini ditandai oleh kecenderungan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya dan akan melakukan hal-hal yang jauh di luar jangkauan kemampuannya. Hal ini terjadi perimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan dengan hasil yang diperolehnya, sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
- Memiliki perasaan yang aman dan memadai Individu yang tidak lagi dihantui oleh rasa cemas ataupun ketakutan dalam hidupnya serta tidak mudah dikecewakan oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman mengandung arti pula bahwa orang tersebut mempunyai harga diri yang mantap, tidak lagi merasa terancam dirinya oleh lingkungan dimana ia berada, dapat menaruh kepercayaan terhadap lingkungan dan dapat menerima kenyataan terhadap keterbatasan maupun kekurangan-kekurangan dan lingkungan-nya.
- Rasa hormat pada manusia dan mampu bertindak toleran Karakteristik ini ditandai oleh adanya pengertian dan penerimaan keadaan di luar dirinya walaupun sebenarnya kurang sesuai dengan harapan atau keinginannya.
- Terbuka dan sanggup menerima umpan balik Karakteristik ini ditandai oleh kemampuan bersikap dan berbicara atas dasar kenyataan sebenarnya, ada kemauan belajar dari keadaan sekitarnya, khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap perilakunya.
- Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi Hal ini tercermin dalam memelihara tata hubungan dengan orang lain, yakni tata hubungan yang hangat penuh perasaan, mempunyai pengertian yang dalam, dan sikapnya wajar.
- Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras dengan hak dan kewajibannya.
- Individu mampu mematuhi dan melaksanakan norma yang berlaku tanpa adanya paksaan dalam setiap perilakunya. Sikap dan perilakunya selalu didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas keinsyafan sendiri.
Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Sunarto dan Hartono (1995) terdapat
bentuk-bentuk dari penyesuaian diri, yaitu: Penyesuaian diri positif ditandai
dengan hal-hal sebagai berikut:
- Tidak adanya ketegangan emosional.
- Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
- Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
- Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
- Mampu dalam belajar.
- Menghargai pengalaman.
- Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara
positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
- Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
- Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
- Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.
- Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti. Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
- Penyesuaian dengan menggali kemampuan pribadi. Individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. Misal seorang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menulis (me-ngarang), dari usaha mengarang ia dapat membantu mengatasi kesulitan dalam keuangan.
- Penyesuaian dengan belajar. Individu melalui belajar akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaikan diri. Misal seorang guru akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
- Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri. Individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Selain itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
- Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Individu mengambil keputusan dengan pertimbangan yang cermat dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.
2. Pertumbuhan Personal
Manusia merupakan makhluk
individu. sedangkan Manusia itu disebut individu, apabila pola tingkah lakunya
bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini
berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki
peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga
mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian
suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui
pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang. Setiap individu
pasti akan mengalami pembentukan sebuah karakter atau kepribadiannya. Dan hal
itu membutuhkan sebuah proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang
mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena
keluarga ialah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu
dengan keluarga. Jadi setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau
norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan
individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun
terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi
pertumbuhan individu. Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu.
Maka, ketika individu tersebut dapat melihat lingkungan di sekitarnya secara tidak
langsung. maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu
baik atau tidak. dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat
yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut
di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu
individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan
aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam
kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin. begitupun dalam
lingkungan keluarga, misalnya suatu individu berada di lingkup keluarga yang
religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.
Terjadinya perubahan pada diri seseorang secara bertahapkarena pengaruh baik
dari pengalaman atau empire luar melalui panca indra. Maka akan menimbulkan
pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri dan memunculkan yang disebut
reflexions.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan personal/ individu antara lain :
1.
Faktor genetik/biologis :
·
Faktor keturunan yaitu masa konsepsi.
·
Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan.
·
Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut,
warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis
seperti temperamen.
·
Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan
secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
2.
Faktor eksternal :
·
Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan
sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
·
Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya sendiri.
3.
Faktor geografis :
Setiap
lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya.
Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan
menimbulkan kepribadian pada setiap individu yang baik juga. Namun jika
lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu
yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
4.
Faktor kebudayaan khusus :
Perbedaan
kebudayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti
semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama
dan juga memiliki kepribadian yang sama juga. Budaya yang berbeda-beda mungkin
bisa menyatukan individu tersebut dengan individu yang lain. Walau budaya
dariyang tradisional maupun yang modern.
Dari
semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti
keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu.
Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat
menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Adapun aliran-aliran yang menjelaskan
tentang pertumbuhan personal antara lain :
a. Aliran asosiasi :
perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman
atau empire (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton
(perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan
reflektion.
b. Aliran psikologi gestalt :
pertumbuhan adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia
dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian
dari lingkungan yang ada.
c. Aliran sosiologi :
pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang
semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa
tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
Daftar Pustaka
·
Djamarah,
Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional.
·
Nurkencana. 2005. Evaluasi
Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
·
Sunarto & Hartono, B.
Agung. (1995). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta
Wahjosumidjo.
·
Kartono, K. (2000). Hygiene
mental. Bandung: Mandar Maju.
·
Hariyadi, Sugeng dkk.
(1998). Perkembangan peserta didik. Cetakan ke 3. Semarang: IKIP
Semarang Press.